Seperti biasa, tak sengaja menemukan Toiro saat berjalan mencari telur ayam buat sarapan esok hari. Tertutup pagar bambu Jepang yang rimbun namun rapih, pengunjung disambut taman Zen kecil sebelum memasuki area meja kursi tamu yang berlantaikan kayu kelapa. Sejajar dengan pagar tanaman bambu, terdapat meja bar panjang dan sederhana, berikut kursi-kursi bar pendek yang berjajar tersedia bagi para tamu yang ingin lebih akrab dengan Toiro.
Beratapkan anyaman ilalang khas rumah tradisional Bali, berjajar di Meja Bar Kyuusu (teko) dan perangkat menyeduh teh hijau khas Jepang. Di ujung meja bar yang lain, bertengger Latina grinder manual brew, teko dan V60 dripper Hario.
Sesuai yang tertulis di papan namanya, Toiro-Wagashi Japanese Confectionery awalnya saya menduga yang disajikan adalah semacam dessert atau bahkan permen permen manis. Tidak salah memang, dan ternyata setelah ngobrol dengan Bapak Fukui Tomoya, chef Toiro yang ramah dan rendah hati menerangkan bahwa dessert di Jepang disebut sebagai Wagashi mempunyai sejarah dan tempat tersendiri dalam Budaya Jepang sejak Jaman
Edo. Kata manis (kashi) dalam bahasa Jepang awalnya hanya merujuk pada buah dan kacang, namun sejak Cina menjual gula ke Jepang, seiring dengan meningkatnya konsumsi teh, dikenalnya dimsum dan pengaruh kue kue manis Cina, maka Wagashi mulai populer di Jaman Edo.
Ada banyak nama dan jenis Wagashi, yang paling kita kenal adalah mochi dan dorayaki yang ternyata adalah salah satu jenis Wagashi. Memang bahan utama wagashi antara lain adalah agar agar, tepung beras, ketan dan kacang terutama kacang merah yang memang populer di Jepang. Taiyaki, Dorayaki, dan Monaka adalah wagashi yang berupa kue crispy berisikan kacang merah atau anko.
Kami mencoba beberapa wagashi sesuai rekomendasi chef Fukui Tomoya, antara lain yang paling spesial adalah Sakuramochi, yaitu mochi yang dibungkus daun sakura, perpaduan rasa manis kacang merah dan daun sakura yang ternyata gurih dan segar yang sangat seimbang dan kompleks. Kami juga mencoba coffee jelly, yang terbuat dari agar agar yang kenyal lembut dan Japanese coffee yang khas, ringan namun kaya aroma dan rasa kopi nya. Beberapa wagashi lain yang direkomendasikan antara lain adalah Bali Sunset, New Wave, New Sunset, Mt. Agung, Rice Terrace, Botamochi, Kuzumochi, dan Warabimochi yang seluruhnya selain sangat enak, juga mempunyai tampilan yang sangat artistik.
Meskipun Wagashi secara tradisional disajikan sebagai teman minum teh Jepang atau matcha, namun kopi saat ini telah mendapat tempat tersendiri, baik dalam budaya Jepang maupun Japanese Coffee itu sendiri sebagai terminologi dalam specialty coffee dunia. Toiro menyediakan tiga jenis coffee beans saat itu yaitu Ethiophia, Kolumbia dan Kosta Rika, yang dapat disajikan panas dengan metode V60 maupun dingin dengan metode cold brew yang diseduh dengan air dingin semalaman. Kembali mengikuti rekomendasi, saya mencoba es kopi Kolumbia sebagai teman menikmati Wagashi. Dan kembali menemukan kopi Jepang otentik yang ringan, floral dengan after taste yang bersih.
Toiro, sangat direkomendasikan untuk dicoba, setelah sarapan atau sore saat diantara makan siang dan sebelum makan malam, dengan kesederhanaan desainnya yang khas Jepang namun tetap bersuasana Bali mampu memaksimalkan seluruh sensasi indra kita saat menikmati Wagashi yang dibuat Chef Fukui Tomoya San dengan keterampilan, keahlian dan ketelatenan seorang Seniman yang luar biasa.
Toiro
Jl. Batu Belig 2A Seminyak, Badung, Bali. Buka Pukul 10.00-17.00 WITA